Pengertian Etika
Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari bahasa
Latin yaitu “utilitas” yang memiliki
arti kegunaan. Utilitarianisme adalah sebuah teori yang diusulkan oleh David
Hume (1711-1776) untuk menjawab moralitas yang saat itu mulai diterpa badai
keraguan yang besar, tetapi pada saat yang sama masih tetap sangat terpaku pada
aturan ketat moralitas yang tidak mencerminkan perubahan – perubahan radikal di
zamannya.
Kemudian teori ini dikembangkan oleh
Jeremy Bentham (1748 – 1832) dan muridnya John Stuart Mill (1806-1873). Secara
umum, Etika Utilitarianisme mengenai bagaimana menilai baik buruknya suatu
kebijaksanaan sosial politik, ekonomi dan legal atau hukum secara moral.
Kriteria dan Prinsip Etika
Utilitarianisme
1. Manfaat = Kebijaksanaan atau tindakan itu memiliki manfaat
atau kegunaan tertentu.
2. Manfaat Terbesar = Kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan
manfaat besar bila dibandingkan dengan kebijaksanaan atau alternatif lainnya.
3. Manfaat Terbesar bagi sebanyak
mungkin Orang = Kebijakan atau tindakan dinilai baik secara moral jika memiliki
manfaat terbesar bagi banyak orang. Bertindaklah sedemikian rupa sehingga
tindakanmu itu mendatangkan kebaikan.
Nilai Positif Etika
Utilitarianisme
1. Rasionalitas,
prinsip moral yang diajukan oleh etika utilitarianisme ini tidak didasarkan pada
aturan – aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami dan yang tidak bisa kita
cari tahu keabsahannya. Justru sebaliknya, utilitarianisme rasional mengapa
suatu tindakan dianggap baik.
2. Menghargai
kebebasan setiap pelaku moral. Tidak ada paksaan bahwa orang harus bertindak
sesuai dengan cara tertentu yang mungkin tidak diketahui alasannya mengapa
demikian. Jadi, tindakan baik itu diputuskan dan dipilih sendiri berdasarkan
kriteria yang rasional dan bukan sekedar mengikuti tradisi, norma atau perintah
tertentu.
3. Universalitas,
mengutamakan manfaat atau akibat dari suatu tindakan bagi banyak orang. Suatu
tindakan akan dinilai baik secara moral bukan karena tindakan itu mendatangkan
manfaat terbesar bagi orang yang melakukan tindakan itu, melainkan
karena tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar bagi semua orang yang
terkait.
Utilitarianisme sebagai Proses dan
sebagai Standar Penilaian
1. Etika
utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan,
kebijaksanaan atau untuk bertindak. Ia menjadi sebuah metode untuk bisa
mengambil keputusan yang tepat tentang tindakan atau kebijaksanaan yang akan
dilakukan. Dalam wujud pertama ini, etika utilitarianisme dipakai untuk
perencanaan, untuk mengatur sasaran dan target yang hendak dicapai.
2. Etika
utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang
telah dilakukan. Kriteria ini untuk menilai apakah suatu tindakan atau
kebijaksanaan yang telah dilakukan memang baik atau tidak.
Kelemahan Etika
Utilitarisme
1. Manfaat
merupakan konsep yg begitu luas shg dalam kenyataan praktis akan menimbulkan
kesulitan yang tidak sedikit
2. Etika
utilitarisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya
sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan
akibatnya.
3. Etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius kemauan
baik seseorang
4. Variabel yang dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.
5. Seandainya
ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada
kesulitan dalam menentukan proiritas di antara ketiganya
6. Etika
utilitarisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi
kepentingan mayoritas.
Contoh Perusahaan
yang Menerapkan Teori Etika Utilitarianisme
PT Perusahaan Gas Negara
(Persero) Tbk. atau yang biasa dikenal dengan PGN merupakan sebuah perusahaan
yang bergerak di bidang transportasi dan distribusi gas bumi, yang
menghubungkan pasokan gas bumi Indonesia dengan konsumen di seluruh penjuru
nusantara.
Awalnya, perusahaan gas pertama
di Indonesia adalah perusahaan gas swasta Belanda bernama I.J.N. Eindhoven
& Co yang berdiri pada tahun 1859. Perusahaan ini memperkenalkan penggunaan
gas kota di Indonesia yang terbuat dari batubara. Setelah kemerdekaan Indonesia,
perusahaan ini kemudian menjadi perusahaan milik pemerintah Indonesia, dan pada
13 Mei 1965 perusahaan ini berubah nama menjadi Perusahaan Gas Negara.
Kemudian, pada 15 Desember 2003 namanya resmi menjadi PT Perusahaan Gas Negara
(Persero) Tbk.
Penyaluran gas alam untuk pertama
kali dilakukan di Cirebon pada tahun 1974, kemudian disusul berturut-turut di
wilayah Jakarta tahun 1979, Bogor tahun 1980, Medan tahun 1985, Surabaya tahun
1994, dan Palembang tahun 1996.
Tindakan PT Perusahaan Gas Negara
(Persero) Tbk. dalam menerapkan Teori Utilitarianisme antara lain:
1. PGN memiliki banyak sekali
konsumen di Indonesia yaitu sektor rumah tangga, komersial dan industri.
Sehingga dapat dikatakan perusahaan ini bermanfaat bagi banyak orang.
2. Perusahaan ini yang semula
mengalirkan gas buatan dari batu bara dan minyak dengan teknik Catalytic
Reforming yang tidak ekonomis mulai menggantinya dengan mengalirkan gas alam
pada tahun 1974 di kota Cirebon.
3. Sesuai dengan Slogannya
“Energy for Life”, PGN memperkuat pondasi yang ada dan bertransformasi dari
perusahaan transmisi dan distribusi gas bumi menjadi penyedia solusi energi
terintegrasi, yang mendorong pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan hidup
masyarakat dan industri yang semakin meningkat
4. PGN ikut serta dalam
mengembangkan budaya peduli lingkungan dengan mengadakan program-program
seperti program pelestarian dan konservasi lingkungan, program rehabilitasi
lingkungan, program penghijauan, program konservasi lingkungan, program hemat
kertas, program kampanye lingkungan dan lain-lain.
5. PGN berkomitmen untuk
kedepannya akan mengurangi penggunaan emisi karbon / gas rumah kaca dalam
kegiatan perusahaan.
6. Seiring meningkatnya kebutuhan
energi yang bersih dan terjangkau, PGN terus menggunakan keahlian dan pengalamannya
untuk mengamankan sumber energi baru untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang
konsumen.
SUMBER REFERENSI:
http://boetarboetarzz.blogspot.co.id/2013/11/penerapan-teori-etika-utilitarianisme.html
DR. A. Sonny Keraf. 2006. Etika Bisnis. Yogyakarta :
Kanisius.